Bandung – Pada awal Oktober 2025, aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, bersama sejumlah aktivis lain ikut dalam armada kapal bantuan bernama Global Sumud Flotilla yang berupaya mencapai Gaza untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Kapal-kapal ini dicegat oleh pasukan militer Israel sekitar 70 mil laut dari Gaza. Dalam insiden tersebut, berbagai laporan dari para aktivis menyebut adanya kekerasan dan perlakuan buruk dari tentara Israel terhadap para tahanan, termasuk Thunberg.
Beberapa kesaksian dari aktivis yang ditahan mengungkapkan bahwa mereka dipukul, disiksa, ditendang, dipaksa berlutut dan mencium bendera Israel, serta mengalami kelaparan dan kekurangan air bersih selama penahanan. Greta sendiri pada konferensi pers di Stockholm menyampaikan bahwa ia dan tahanan lain disiksa, tidak diberi air bersih dan obat-obatan yang dibutuhkan, namun menolak menjadikan penderitaannya sebagai headline karena penderitaan warga Gaza jauh lebih berat. Aktivis lain juga menyebut perlakuan yang tidak manusiawi, seperti kelaparan tiga hari dan harus minum dari toilet selama penahanan di Israel.
Di sisi lain, pihak Israel membantah tuduhan tersebut dan merilis video yang menunjukkan Thunberg dalam kondisi sehat serta menyatakan penahanan dilakukan sesuai hukum dan keamanan. Israel juga mengklaim aktivitas armada kapal tersebut hanya sebagai provokasi, bukan upaya bantuan kemanusiaan yang sah menurut mereka. Greta Thunberg dan sebagian besar aktivis akhirnya dideportasi ke beberapa negara di Eropa setelah beberapa hari dalam tahanan.
Kasus ini memicu kecaman internasional terkait perlakuan Israel terhadap para aktivis yang hendak memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza dan menyoroti kondisi blokade serta penderitaan penduduk Gaza yang parah akibat konflik berkepanjangan.***
Kunjungi situs resmi kami disini
Ikuti media sosial resmi Amanah Kemanusiaan Global Instagram, Youtube, dan Threads untuk informasi terkini.
Anda juga bisa berdonasi disini
