Kelaparan di Gaza, Tragedi Tragis yang Membunuh Ribuan Anak

Share this post:

Sejak Oktober 2023, Jalur Gaza tengah mengalami krisis kemanusiaan yang kian memburuk akibat blokade total yang diberlakukan oleh Israel. Dalam 103 hari pengepungan itu, sedikitnya 67 anak-anak meninggal dunia akibat kelaparan yang disebabkan oleh tidak adanya akses pasokan pangan, obat-obatan, dan bahan bakar penting ke wilayah tersebut. Angka ini terus bertambah seiring memburuknya situasi, bahkan dalam waktu 24 jam terakhir, ada tambahan 18 warga Palestin yang tewas akibat kelaparan, menjadikan total korban tewas terkait krisis ini mencapai 86 orang sejak Maret 2025, dengan mayoritas yang meninggal adalah anak-anak.

Krisis kelaparan di Gaza bukanlah sebuah kebetulan atau akibat dari perang terbatas, melainkan sebuah bentuk hukuman kolektif yang ekstrem dan terorganisir. Kantor Media Pemerintah Gaza menyebut situasi ini sebagai “mesin pembunuh bernama kelaparan”, mengindikasikan bahwa blokade yang disertai larangan masuknya kebutuhan dasar telah menjadi senjata yang mematikan.

Lebih dari 1,25 juta warga Gaza, termasuk sekitar 650.000 anak balita, menghadapi risiko malnutrisi akut yang mengancam jiwa dalam beberapa pekan mendatang. Data dari Badan Pengungsi PBB (UNRWA) menunjukan adanya lonjakan tajam kasus malnutrisi sejak diberlakukan blokade total pada Maret 2025, di mana mereka mengaku tidak lagi diperbolehkan membawa masuk bantuan kemanusiaan. Klinik-klinik dan layanan kesehatan yang terbatas berusaha sekuat tenaga memberikan perawatan, tetapi keterbatasan pasokan membuat mereka berjibaku di ambang kehancuran.

Blokade ini secara sistematis membatasi masuknya bahan pokok seperti tepung, susu formula bayi, dan nutrisi penting lainnya, serta obat-obatan vital, sehingga penghalangan tersebut dinilai oleh otoritas Gaza sebagai kebijakan kelaparan massal yang dilakukan Israel secara sengaja. Warga Gaza terperangkap dalam isolasi yang membuat mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, yang menimbulkan efek kemanusiaan yang tragis dan luas.

Kondisi ini juga diperparah dengan semakin runtuhnya sistem pangan lokal akibat perang dan isolasi berkepanjangan, yang membuat persediaan makanan lokal sangat terbatas dan hampir habis7. Lebih dari 96 persen penduduk Gaza mengalami kerawanan pangan akut, sehingga proteksi pangan menjadi masalah hidup dan mati yang sangat genting bagi penduduk setempat.

Peringatan keras dari berbagai badan internasional seperti UNRWA dan PBB mendesak untuk segera mengakhiri blokade dan membuka perbatasan agar bantuan kemanusiaan dapat masuk tanpa hambatan. Perdana Menteri Palestina juga menyebut situasi di Gaza saat ini “tidak terbayangkan dan tidak masuk akal”, serta menyeru penghentian pertumpahan darah dan rekonstruksi wilayah serta integrasi institusi Gaza sebagai bagian dari perjuangan menuju negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.

Secara moral dan hukum, dunia internasional diminta untuk tidak berdiam diri menyaksikan pembantaian senyap ini terjadi di hadapan mata mereka. Blokade yang menyebabkan kelaparan ini dianggap sebagai kejahatan terencana yang harus segera dihentikan demi menyelamatkan nyawa jutaan warga sipil, terutama anak-anak yang paling rentan.

Kelaparan di Gaza bukan hanya statistik; ini adalah kisah tentang kematian bertahap yang menghancurkan masa depan ribuan keluarga. Setiap anak yang meninggal adalah tragedi kemanusiaan yang menggetarkan hati dan panggilan mendesak bagi solidaritas internasional. Dengan kondisi yang semakin mendalam, bantuan kemanusiaan dan intervensi global harus menjadi prioritas utama untuk menghentikan penderitaan ini dan mengembalikan harapan bagi rakyat Gaza.***

Kunjungi situs resmi kami disini

Ikuti media sosial resmi Amanah Kemanusiaan Global InstagramYoutube, dan Threads untuk informasi terkini.

Anda juga bisa berdonasi disini

Baca juga artikel terbaru, klik disini

Share this post: