Belakangan ini, pengguna TikTok di Amerika Serikat ramai memperbincangkan fenomena penghapusan komentar yang berisi frasa “Free Palestine” atau “Bebaskan Palestina”. Banyak pengguna melaporkan bahwa komentar mereka yang mengandung kalimat tersebut langsung dihapus oleh sistem TikTok dengan alasan melanggar kebijakan platform terkait ujaran kebencian (hate speech) dan perilaku membenci (hateful behavior). Kejadian ini memicu kontroversi luas dan menimbulkan pertanyaan besar, “Kenapa dukungan terhadap Palestina bisa dianggap sebagai ujaran kebencian di TikTok?”
Latar Belakang Cekcok TikTok dan Pemerintah AS
Kasus ini tidak bisa dilepaskan dari konteks politik dan hukum yang sedang dihadapi TikTok di Amerika Serikat. Pada awal tahun 2025, TikTok sempat mengalami larangan operasional sementara di AS akibat tekanan dari pemerintah yang menuntut agar perusahaan induknya, ByteDance, menjual sebagian sahamnya kepada perusahaan Amerika atau menghentikan operasinya di negara tersebut. Presiden Donald Trump kemudian mengeluarkan perintah eksekutif yang memperpanjang tenggat waktu penjualan saham, sehingga TikTok dapat kembali beroperasi sementara waktu.
Namun, perpanjangan ini diduga membawa konsekuensi berupa peningkatan sensor terhadap konten-konten tertentu, termasuk yang berhubungan dengan isu Palestina. Banyak pengguna menduga bahwa tekanan politik dan kepentingan tertentu memengaruhi kebijakan moderasi konten TikTok, sehingga frasa “Free Palestine” yang sebelumnya banyak beredar dan diterima, kini justru diblokir dan dianggap sebagai pelanggaran.
Kontroversi Moderasi Konten dan Tuduhan Sensor
Beberapa pengguna TikTok membagikan rekaman layar yang menunjukkan bahwa komentar mereka yang berisi “Free Palestine” dihapus secara otomatis dengan notifikasi pelanggaran kebijakan komunitas terkait ujaran kebencian. Video dan tangkapan layar ini viral dan memicu gelombang protes di media sosial, khususnya di platform X, di mana banyak orang menuding TikTok melakukan sensor terhadap suara-suara pro-Palestina.
Menariknya, meskipun komentar yang berisi frasa tersebut dihapus, tagar #FreePalestine masih dapat ditemukan dan digunakan di TikTok, walaupun dengan jangkauan yang lebih terbatas. Beberapa pengguna menduga bahwa ini merupakan uji coba atau penerapan sensor secara bertahap, bukan pelarangan total.
Apakah “Free Palestine” Termasuk Ujaran Kebencian?
TikTok sendiri belum memberikan pernyataan resmi yang menjelaskan secara rinci alasan mengapa frasa “Free Palestine” dianggap sebagai ujaran kebencian. Namun, platform ini menegaskan bahwa kebijakan komunitas mereka berlaku secara adil untuk semua konten. Meski demikian, banyak pihak melihat kebijakan ini sebagai bentuk bias politik yang dipengaruhi oleh tekanan eksternal, terutama dari pihak-pihak yang mendukung Israel dalam konflik Palestina-Israel.
Di sisi lain, beberapa laporan menyebutkan bahwa TikTok sebelumnya menjadi salah satu platform media sosial yang relatif terbuka terhadap konten pro-Palestina, berbeda dengan platform lain yang lebih ketat dalam moderasi konten terkait isu ini. Hal ini membuat sensor terhadap frasa “Free Palestine” di TikTok menjadi sorotan utama sebagai bentuk perubahan kebijakan yang signifikan.
Penghapusan komentar “Free Palestine” ini memicu reaksi keras dari pengguna TikTok dan netizen di seluruh dunia. Banyak yang mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran kebebasan berekspresi dan sensor yang tidak adil. Beberapa bahkan menyebut TikTok “mati” sebagai platform sosial karena dianggap telah menyerah pada tekanan politik dan membatasi suara-suara kritis.
Selain itu, ada pula laporan bahwa sejak TikTok kembali beroperasi di AS, pencarian konten anti-Trump juga dibatasi, dan akun-akun pengguna secara otomatis mengikuti tokoh politik tertentu, yang semakin memperkuat dugaan adanya intervensi politik dalam pengelolaan platform.***
Kunjungi situs resmi kami disini
Ikuti media sosial resmi Amanah Kemanusiaan Global Instagram, Youtube, dan Threads untuk informasi terkini.
Anda juga bisa berdonasi disini
Baca juga artikel terbaru, klik disini